Senin, 23 Maret 2015

Dari Krematorium Jaman Kerajaan Hindu, Hingga Berkebun Strawberry

Kali ini saya ingin membagikan perjalanan saya ketika berada di daerah Magelang. Saya akan ajak ke lereng gunung Merapi.

Menapaki candi Hindu di Magelang 
Candi Asu  
Pagi ini matahari bersinar cukup cerah dan semangat pun membara untuk segera mengunjungi beberapa peninggalan sejarah yang sudah mulai diluapakan. Mengawali perjalanan, saya menuju ke Candi Asu. Candi ini terletak di desa Candi Pos, Sengi, Kecamatan Dukun.  Jangan kaget dengan namanya ya, konon katanya disebut candi Asu karena didaerah itu banyak sekali anjing (anjing bahasa jawanya asu). memasuki candi ini tidak terlalu sulit karena berada di pinggir jalan. Suasana pedesaan sangat terasa.Terletak di dekat sawah dan dipedesaan, menjadikan candi ini tidak begitu popular. Selain itu, candi ini tergolong candi kecil tidak semegah candi Borobudur.
Berdasarkan informasi yang saya baca di lokasi, candi ini merupakan candi agama Hindu. Buktinya, ditemukannya beberapa prasasti didekat loksi ini. Seperti Prasasti Sri Manggala II, Kurambitan I dan II.
Secara keseluruhan candi ini sudah tidak utuh, bagian atas juga sudah tidak ada. Namun, masih terdapat beberapa relief candi yang bisa saya lihat yaitu dibagian kaki dan tubuh candi. Motifnya pun sangat menarik, seperti tumbuh-tumbuhan ada juga motif burung, tapi sepertinya belum selesai dipahat. Memasuki dalam candi, ada bagian kosong seperti lubangan, jadi perlu hati-hati. 

Candi Pendem

            Panas mentari tidak begitu menyengat. Setelah mengunjungi candi Asu, saya menuju candi Pendem. Lokasinya tidak jauh dari candi Asu. Namun, candi ini benar-benar berada di tengah sawah. Ingat ya,,benar-benar di tengah sawah. Jangan harap motor bisa masuk hingga depan lokasi. Dan dapat dipastikan pematang sawah menjadi jalan satu-satunya menuju kelokasi.  Dari candi Asu saya harus berjalan ke arah utara dengan jarak tidak lebih dari satu kilometer, yap...pastinya ditemanin dengan hijaunya tanaman sawah dan kicauan burung yang masih terdengar jelas di tempat ini. Setelah berjalan menyusuri pematang sawah, akhirnya sampai juga di candi Pendem. Kata “pendem” dalam bahasa jawa berarti terkubur.
            Sampai dilokasi saya harus turun beberapa anak tangga. Mungkin karena setelah terjadi hujan, terlihat beberapa genangan air disekitar candi tersebut. Beberapa tanaman hias berdiri sekitar candi. Candi ini sudah tidak utuh, bagian atas candi sudah tidak ada. Candi ini hanya satu bangunan saja. Didinding jadi juga terdapat relief yang bermotif hias sulur gelung yang keluar dari jambangan yang di tengah terdapat burung bangau yang sedang membuka sayapnya, ada juga relief ghana. Seperti candi sebelumnya, candi dibagian tengah candi Pendem terdapat lubang yang tidak begitu dalam, jadi perlu berhati-hati.



Candi Lumbung
            Setelah puas menikmati panorama sawah dan pedesaan di sekitar candi Asu dan candi Pendem. Saya melanjutkan perjalanan saya menuju candi candi Lumbung. Dengan menempuh jarak sekitar 2 km, sampailah saya ke candi Lumbung. Kali ini candi yang saya kunjungi tidak lagi berada di tengah sawah, melainkan di tengah desa.  Tepatnya di desa Krogowanan , Kecamatan Sawangan Magelang.
            Awalnya, lokasi candi ini berada di desa Sengi kecamatan Dukun Magelang. Candi bermula berdiri di pinggir sungai Apu, namun akibat rawan ditenjang banjir lahar dingin ketika Gunung Merapi meletus pada tahun 2010 lampau, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah memindahkan candi ini ke desa Krogowanan agar cagar budaya ini terselamatkan.
            Suasana pedesaan sangat terasa. Penduduk desa berlalulalang melakukan aktifitas harian mereka. Saya hanya bertemu dua pengunjung pada saat itu. Candi terlihat lengkap. Dari bawah hingga bagian atas masih tersusun, meski mungkin beberapa batuan tersebut sudah tidak asli. Candi ini lebih tinggi dari dua candi sebelumnya. Memasuki candi, saya juga melihat lubangan yang cukup dalam. Namun, lubang itu oleh penduduk sudah ditutup rangkaian bambu dengan keselamatan pengunjung.
            Melihat arsiteknya yang berbentuk meruncing keatas, candi ini memiliki latar belakang candi Hindu. Ditemukannya beberapa prasasti yang berhubungan dengan agama hindu disekitar candi  menguatkan bahwa candi ini peninggalan agama Hindu.
            Ketiga candi tersebut memiliki kesamaan yaitu semua menghadap ke barat. Selain itu, ketiganya memiliki tiga lubang di bagian inti atau tengah candi. Ketika bertanya pada salah satu penduduk mengenai lubang itu, katanya lubang itu dulu menjadi tempat membakaran mayat atau krematorium pada jamannya. Ternyata Magelang tidak hanya kaya dengan candi peninggalan agama Budha, tetapi peninggalan agama Hindu pun tidak kalah banyak. Mungkin masih ada banyak candi-candi yang belum terungkap. 


Keelokan air terjun Kedung Kayang


            Tidak hanya sampai disini saja perjalanan saya terus berlanjut. Saya tidak akan menyianyiakan kesempatan saya yang sudah berada dilereng gunung Merapi ini. Sekarang saatnya memanjakan mata dengan menikmati keindahan air terjun Kedung Kayang. Dari Candi Lumbung saya meneruskan perjalanan ke arah Timur. Mengikuti jalan raya tersebut maka kita akan sampai ke daerah Ketep. Jalannya berkelok-kelok layaknya jalan pegunungan dan juga tidak begitu lebar, jadi saya benar-benar waspada.  
            Hawa dingin sudah mulai terasa, rintik gerimis pun mulai datang. Namun, kondisi ini tidak menyurutkan niatku untuk mengunjungi beberapa lokasi di lereng Merapi.  Lokasi air terjun ini tidak jauh dari wisata Ketep Pas. Sebelum sampai di Ketep Pas, saya mengambil jalur kanan arah Boyolali sekitar 5 km dan akhirnya saya sampai ke pintu masuk berupa garupa dengan tulisan Kedung Kayang cukup jelas di dusun Wonolelo.
            Dengan biaya Rp 4.000,- untuk tiket masuk, saya bisa menikmati air terjun Kedung Kayang. Dari pintu masuk hari harus berjalan sekitar 200 m untuk benar-benar sampai didekat air terjunnya. Anak tangga yang sudah tersusun rapi dari batu membantu para pengunjung dalam perjalanannya. Terdapat pendopo dan beberapa tempat untuk bersinggah apabila para pengunjung kelelahan berjalan. Gemericik air sudah terdengar dari atas.  Saya disuguhi dua pilihan, apakah akan melihat air terjun dari atas, atau melihat langsung derasnya air dari bawah. Akhirnya saya memutuskan untuk melakukan perjalanan turun kebawah. Dan saya lihat air terjun dengan tinggi sekitar 40 m yang mengagumkan. Saya menyempatkan diri untuk bermain air disekitar lokasi. Dinginnya air mendinginkan panasnya keringat selama perjalanan. Indahnya wisata alam ini.



Hangatnya jagung bakar dan nikmatnya kopi panas
            Setelah  lelah bermain air, saya kembali ke daerah wisata Ketep Pass. Lokasi ini cocok sekali untuk beristirahat yang menikmati pemandangan dua gunung yang mengagumkan yaitu gunung Merapi dan gunung Merbabu. Namun, saya tidak berutung untuk menikmati pemandangan kedua gunung tersebut karena cuaca mendung dan awan menutupi pemandangan hijaunya gunung tersebut. Namun, jagung bakar pedas dan secangkir kopi menghilangkan rasa dingin saya. Disekitar lokasi wisata Ketep Pass banyak terdapat warung-warung yang menjajakan jagung bakar. Jagung merupakan hasil sawah yang mudah didapat di daerah ini, jadi tidak heran banyak penjual jagung disini. Mungkin anda bisa mencobanya untuk menghangatkan tubuh.

 Asyiknya petik strawberry langsung dari kebunnya


            Ngomong-ngomong Magelang juga punya kebun strawberry loh..! Tidak jauh dari wisata Ketep Pass sekitar 1 km kearah Salatiga, saya mampir ke perkebunan strawberry. Terdapat beberapa kebun strawberry disepanjang jalan. Asyiknya, saya bisa singgah ke kebun ini. Kebun ini dibuat salah satunya untuk tujuan wisata. Terdapat beberapa kebun yang bisa didatangi. Kali ini saya singgah ke Hendra Strawbery, untuk masuk ke kebun saya dikenai biaya masuk  Rp 2.500,-
            Dengan berbekal satu keranjang dari pemilik kebun, saya memetik beberapa buah strawbery langsung dari pohonnya. Biaya perkilonya Rp 60.000,-, tergantung berapa banyak strawbery yang berhasil saya ambil. Akhirnya strawberry yang berhasil saya ambil, dapat saya jadikan oleh-oleh.