Kali ini saya ingin membagikan perjalanan saya ketika berada di daerah Magelang. Saya akan ajak ke lereng gunung
Merapi.
Candi Asu
Pagi ini matahari bersinar cukup cerah dan
semangat pun membara untuk segera mengunjungi beberapa peninggalan sejarah yang
sudah mulai diluapakan. Mengawali perjalanan, saya
menuju ke Candi Asu. Candi ini terletak di desa Candi Pos, Sengi, Kecamatan
Dukun. Jangan kaget dengan namanya ya,
konon katanya disebut candi Asu karena didaerah itu banyak sekali anjing
(anjing bahasa jawanya asu). memasuki candi ini tidak terlalu sulit karena
berada di pinggir jalan. Suasana pedesaan sangat terasa.Terletak di dekat sawah
dan dipedesaan, menjadikan candi ini tidak begitu popular. Selain itu, candi ini tergolong candi kecil tidak
semegah candi Borobudur.
Berdasarkan informasi yang saya baca di lokasi, candi ini merupakan
candi agama Hindu. Buktinya, ditemukannya beberapa prasasti didekat loksi ini.
Seperti Prasasti Sri Manggala II, Kurambitan I dan II.
Secara keseluruhan candi ini sudah tidak utuh, bagian atas juga
sudah tidak ada. Namun, masih terdapat beberapa relief candi yang bisa saya
lihat yaitu dibagian kaki dan tubuh candi. Motifnya pun sangat menarik, seperti
tumbuh-tumbuhan ada juga motif burung, tapi sepertinya belum selesai dipahat.
Memasuki dalam candi, ada bagian kosong seperti lubangan, jadi perlu hati-hati.
Candi Pendem
Panas mentari tidak begitu
menyengat. Setelah mengunjungi candi Asu, saya menuju candi Pendem. Lokasinya
tidak jauh dari candi Asu. Namun, candi ini benar-benar berada di tengah sawah.
Ingat ya,,benar-benar di tengah sawah. Jangan harap motor bisa masuk hingga
depan lokasi. Dan dapat dipastikan pematang sawah menjadi jalan satu-satunya
menuju kelokasi. Dari candi Asu saya harus berjalan ke arah utara
dengan jarak tidak lebih dari satu kilometer, yap...pastinya ditemanin dengan
hijaunya tanaman sawah dan kicauan burung yang masih terdengar jelas di tempat
ini. Setelah berjalan menyusuri pematang sawah, akhirnya sampai juga di candi
Pendem. Kata “pendem” dalam bahasa jawa berarti terkubur.
Sampai dilokasi saya harus
turun beberapa anak tangga. Mungkin karena setelah terjadi hujan, terlihat
beberapa genangan air disekitar candi tersebut. Beberapa tanaman hias berdiri
sekitar candi. Candi ini sudah tidak utuh, bagian atas candi sudah tidak ada. Candi
ini hanya satu bangunan saja. Didinding jadi juga terdapat relief yang bermotif
hias sulur gelung yang keluar dari jambangan yang di tengah terdapat burung
bangau yang sedang membuka sayapnya, ada juga relief ghana. Seperti candi
sebelumnya, candi dibagian tengah candi Pendem terdapat lubang yang tidak
begitu dalam, jadi perlu berhati-hati.
Candi Lumbung
Setelah puas menikmati
panorama sawah dan pedesaan di sekitar candi Asu dan candi Pendem. Saya
melanjutkan perjalanan saya menuju candi candi Lumbung. Dengan menempuh jarak
sekitar 2 km, sampailah saya ke candi Lumbung. Kali ini candi yang saya
kunjungi tidak lagi berada di tengah sawah, melainkan di tengah desa. Tepatnya di desa Krogowanan , Kecamatan
Sawangan Magelang.
Awalnya, lokasi candi ini
berada di desa Sengi kecamatan Dukun Magelang. Candi bermula berdiri di pinggir
sungai Apu, namun akibat rawan ditenjang banjir lahar dingin ketika Gunung
Merapi meletus pada tahun 2010 lampau, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa
Tengah memindahkan candi ini ke desa Krogowanan agar cagar budaya ini
terselamatkan.
Suasana pedesaan sangat
terasa. Penduduk desa berlalulalang melakukan aktifitas harian mereka. Saya
hanya bertemu dua pengunjung pada saat itu. Candi terlihat lengkap. Dari bawah
hingga bagian atas masih tersusun, meski mungkin beberapa batuan tersebut sudah
tidak asli. Candi ini lebih tinggi dari dua candi sebelumnya. Memasuki candi,
saya juga melihat lubangan yang cukup dalam. Namun, lubang itu oleh penduduk
sudah ditutup rangkaian bambu dengan keselamatan pengunjung.
Melihat arsiteknya yang
berbentuk meruncing keatas, candi ini memiliki latar belakang candi Hindu.
Ditemukannya beberapa prasasti yang berhubungan dengan agama hindu disekitar
candi menguatkan bahwa candi ini
peninggalan agama Hindu.
Ketiga candi tersebut
memiliki kesamaan yaitu semua menghadap ke barat. Selain itu, ketiganya
memiliki tiga lubang di bagian inti atau tengah candi. Ketika bertanya pada
salah satu penduduk mengenai lubang itu, katanya lubang itu dulu menjadi tempat
membakaran mayat atau krematorium pada jamannya. Ternyata Magelang tidak hanya
kaya dengan candi peninggalan agama Budha, tetapi peninggalan agama Hindu pun
tidak kalah banyak. Mungkin masih ada banyak candi-candi yang belum terungkap.
Keelokan air terjun Kedung Kayang
Tidak hanya sampai disini saja perjalanan saya
terus berlanjut. Saya tidak akan menyianyiakan kesempatan saya yang sudah
berada dilereng gunung Merapi ini. Sekarang saatnya memanjakan mata dengan
menikmati keindahan air terjun Kedung Kayang. Dari Candi Lumbung saya
meneruskan perjalanan ke arah Timur. Mengikuti jalan raya tersebut maka kita
akan sampai ke daerah Ketep. Jalannya berkelok-kelok layaknya jalan pegunungan
dan juga tidak begitu lebar, jadi saya benar-benar waspada.
Hawa dingin sudah mulai
terasa, rintik gerimis pun mulai datang. Namun, kondisi ini tidak menyurutkan
niatku untuk mengunjungi beberapa lokasi di lereng Merapi. Lokasi air terjun ini tidak jauh dari wisata
Ketep Pas. Sebelum sampai di Ketep Pas, saya mengambil jalur kanan arah
Boyolali sekitar 5 km dan akhirnya saya sampai ke pintu masuk berupa garupa
dengan tulisan Kedung Kayang cukup jelas di dusun Wonolelo.
Dengan biaya Rp 4.000,-
untuk tiket masuk, saya bisa menikmati air terjun Kedung Kayang. Dari pintu
masuk hari harus berjalan sekitar 200 m untuk benar-benar sampai didekat air
terjunnya. Anak tangga yang sudah tersusun rapi dari batu membantu para
pengunjung dalam perjalanannya. Terdapat pendopo dan beberapa tempat untuk
bersinggah apabila para pengunjung kelelahan berjalan. Gemericik air sudah
terdengar dari atas. Saya disuguhi dua
pilihan, apakah akan melihat air terjun dari atas, atau melihat langsung derasnya
air dari bawah. Akhirnya saya memutuskan untuk melakukan perjalanan turun
kebawah. Dan saya lihat air terjun dengan tinggi sekitar 40 m yang mengagumkan.
Saya menyempatkan diri untuk bermain air disekitar lokasi. Dinginnya air
mendinginkan panasnya keringat selama perjalanan. Indahnya wisata alam ini.
Hangatnya jagung bakar dan nikmatnya
kopi panas
Setelah
lelah bermain air, saya kembali ke daerah wisata Ketep Pass. Lokasi ini
cocok sekali untuk beristirahat yang menikmati pemandangan dua gunung yang
mengagumkan yaitu gunung Merapi dan gunung Merbabu. Namun, saya tidak berutung
untuk menikmati pemandangan kedua gunung tersebut karena cuaca mendung dan awan
menutupi pemandangan hijaunya gunung tersebut. Namun, jagung bakar pedas dan
secangkir kopi menghilangkan rasa dingin saya. Disekitar lokasi wisata Ketep
Pass banyak terdapat warung-warung yang menjajakan jagung bakar. Jagung
merupakan hasil sawah yang mudah didapat di daerah ini, jadi tidak heran banyak
penjual jagung disini. Mungkin anda bisa mencobanya untuk menghangatkan tubuh.
Asyiknya petik strawberry langsung dari kebunnya
Ngomong-ngomong Magelang juga punya kebun
strawberry loh..! Tidak jauh dari wisata Ketep Pass sekitar 1 km kearah
Salatiga, saya mampir ke perkebunan strawberry. Terdapat beberapa kebun
strawberry disepanjang jalan. Asyiknya, saya bisa singgah ke kebun ini. Kebun
ini dibuat salah satunya untuk tujuan wisata. Terdapat beberapa kebun yang bisa
didatangi. Kali ini saya singgah ke Hendra Strawbery, untuk masuk ke kebun saya
dikenai biaya masuk Rp 2.500,-
Dengan berbekal satu
keranjang dari pemilik kebun, saya memetik beberapa buah strawbery langsung
dari pohonnya. Biaya perkilonya Rp 60.000,-, tergantung berapa banyak strawbery
yang berhasil saya ambil. Akhirnya strawberry yang berhasil saya ambil, dapat
saya jadikan oleh-oleh.










